Selasa, 11 Oktober 2011

Tradisi “Grebeg Suro” di Ponorogo


                Kabupaten Ponorogo yang berada di Propinsi Jawa Timur ,dikenal memiliki masyarakat yang religious, salah satu tradisi yang sangat berhubungan erat dengan keagamaan tepatnya pada agama Islam yaitu Tradisi Grebeg Suro, Grebeg suro yang memiliki arti Perhelatan yang dilaksanakan guna memperingati Tahun Baru Islam yang jatuh pada tanggal 1 suro penanggalan Jawa atau pada 1 Muhharam pada penanggalan atau kalender Islam .
                Tradisi yang tepatnya diperingati pada tanggal 1 Muhharam pada kelender Islam ini tidak hanya di peringati sebagai tradisi yang hanya dilaksankan oleh masyarakat Ponorogo saja namun sudah menjadi agenda Tahunan Pemerintah Kabupaten Ponorogo (Pemkab Ponorogo). Budaya ini telah dilaksanakan oleh masyarakat sejak lama , dan hal ini sudah dianggap menjadi agenda wajib Tahunan yang harus di laksanakan di Ponorogo. Pemerintah Kabupaten pun telah memiliki agenda khusus dalam agenda kerja tahunan beserta dengan anggaran khusus untuk semua acara “Grebeg Suro” Tahun tersebut.
 Tradisi ini diawali dengan Kirab Pusaka yaitu pencucian pusaka-pusaka yang dimiliki Ponorogo Oleh para orang yang dianggap memiliki peran spiritual yang di beri amanat untuk menjaga dan setiap tahunnya mencuci pusaka-pusaka tersebut. Pusaka yang terdiri dari Tombak dan Payung tersebut setelah dicuci lalu diarak dari tempat penyimpanannya yang terletak di kota lama Ponorogo menuju Alun-Alun Kota Ponorogo sekarang dengan berjalan kaki serta diiringi dengan iring-iringan para pemimpin dan semua perwakilan masyarakat Ponorogo, Momen ini mendapat antusiasme yang sangat baik dari seluruh masyarakat Kabupaten Ponorogo. Hal ini dapat dilihat dari orang-orang yang memenuhi sepanjang jalan yang di lewati oleh hiring-iringan tarsebut.
                Setelah tradisi Kirab Pusaka telah usai dilaksnakan oleh Pemkab Ponorogo, Selanjutnya tradisi dilanjutkan di lingkungan tempat tinggal seluruh masyarakat, tradisi yang biasa disebut dengan “Mapak Tanggal Suran” tradisi ini berarti menjemput tanggal di awal tahun baru Islam, biasanya seluruh masyarakat di Ponorogo akan melakukan doa bersama atau sering disebut dengan “Selametan”  dengan membawa nasi kuning yang ditempatkan pada wadah yang terbuat deri daun pisang yang diberi janur kelapa pada sekelilingnya, jumlah nasi kuning yang dibawa yaitu sesuai dengan jumlah anggota keluarga yang ada di dalam satu rumah tersebut, setelah nasi kuning tersebut di kumpulkan, lalu masyarakat berkumpul di tempat diselanggarakannya selametan,biasanya di mushola atau di tempat-tempat biasanya dilaksanakan selametan masyarakat sering menyebut tempat tersebut dengan sebutan “Cakruk”  setelah melakukan doa bersama memohon segala yang terbaik untuk tahun ini, selanjutnya nasi yang telah dikumpulkan tersebut di makan bersama-sama. Acara ini berakhir sekitar pukul 8 malam.
Setelah tradisi Selametan usai biasanya seluruh masyarakat mempunyai kebiasaaan untuk kembali menuju Alun-alun kota namun dengan berjalan kaki bersama-sama, hal ini dipercaya bisa mendatangkan berkah bagi yang melakukannya, disana Pemkab telah mempersiapkan berbagai acara yaitu pementasan Seni Reog Ponorogo yang menjadi Icon dari Kabupaten Ponorogo, Biasanya sebelumnya Pemerintah telah menyelenggarakan agenda Tahunan Yaitu Festival Reog Internasional yang dapat di ikuti oleh berbagai group Reog dari seluruh Indonesia maupun luar negeri yang ingin ikut serta dalam Festival tersebut, Festival yang memperebutkan tropi bergilir bagi pemenangnya ,Festival  ini diselenggarakan sejak 30 atau 15 hari sebelum puncak acara “Grebeg Suro” tersebut dilaksanaka.
 Pada puncak perayaan “Grebeg Suro” telah ditentukan siapa juara dari Ferstival Reog Internasional tersebut, dan telah dipilih Group Reog Terbaik yang akan tampil di malam tersebut, setelah semua prosesi tersebut selesai acara malam itu diakhiri dengan pesta kembang api. Kembang api menandakan bahwa perayaan malam Grebeg Suro telah berakhir, namun masih ada 1 acara lagi, yaitu “Larung Sesaji” yang dilaksanakan keesokan harinya Bertempat di Telaga Ngebel Ponorogo.
 Telaga yang Dipercaya banyak memiliki arti spiritual maupun budaya bagi Masyarakat  Ponorogo. Acara Ini Diawali dengan doa bersama oleh para orang-orang yang dianggap tetua dan dipercaya memiliki  peran secara spiritual di Ponorogo, acara ini juga dihadiri oleh Bupati dan para pegawai Pemerintah yang lain, selain itu acara ini juga dihadiri oleh masyarakat yang masih sanngat antusias untuk mengikuti tradisi tersebut.
Acara ini dilaksanakan di tepi telaga yaitu segala sesajen yang akan dilarung depersiapkan diatas sebuah rakit yang akan dibawa ketengah telaga oleh seorang perenang yang akan melarung sesajen tersebut, setelah sesen di beri doa-doa tertentu selanjutnya perenang tersebut bersiap-siap untuk berenang membawa sesajen tersebut menuju tengah telaga dan menenggelamkannya. Dengan tenggelamnya sesajen tersebut dan dengan berakhirnya acara Larung Sesaji tersebut maka berakhir pula Prosesi acara “Grebeg Suro” yang diselenggarakan pada Tahun tersebut.

1 komentar: